Tulisan ini melanjutkan pembahasan tentang hukum hukum haji. Seluruh ulama sepanjang zaman sepakat bahwa ibadah haji hukumnya fardu ain buat setiap muslim yang telah memenuhi syarat wajib.
Sebagaimana mereka juga sepakat bahwa ibadah haji bagian dari rukun Islam, di mana orang yang mengingkari keberadaan ibadah ini sama saja dengan mengingkari agama Islam.
Sebelum melanjutkan pembahasan, bagi yang ingin mengetahui informasi haji khusus dan haji furada silahkan masuk ke halaman utama website Pakem Tours.
A. Empat Hukum Hukum Haji
Pada dasarnya ibadah haji hukumnya fardu ain bagi tiap muslim, minimal dikerjakan sekali dalam seumur hidupnya. Kewajiban ini berlaku terhitung sejak seseorang dianggap telah memenuhi syarat wajib haji, yaitu beragama Islam, sudah balig, berakal, merdeka, dan berkemampuan atau istirha’ah.
Baca Juga
- Jenis Pelaksanaan Ibadah Haji – Qiran
- Apakah Wajib Menyegerakan Haji ? – Hukum Haji Bag. 3
- Hukum Hukum Haji – Bagian 2
- Hukum-Hukum Ibadah Haji Bag. 1
- Ibadah Haji Nabi Dalam Hadits
Bila salah satu dari syarat wajib haji di atas tidak atau belum terpenuhi, tentu hukumnya tidak wajib. Misalnya seorang yang belum balig, ibadah haji baginya tidak menjadi kewajiban. Demikian juga bila ada seorang yang tidak waras, maka tidak ada kewajiban haji atasnya.
Pembahasan lebih detail tentang syarat apa saja yang harus dipenuhi oleh seseorang agar dia wajib menjalankan ibadah haji, insya Allah akan kita bahas pada tulisan berikutnya.
I. Wajib
Ibadah haji yang hukumnya wajib bukan hanya terbatas pada haji untuk pertama kali, tetapi juga ada haji karena nazar, gadha, atau karena murtad dan kembali lagi masuk Islam.
a. Haji Islam
Seorang yang cukup syarat dan belum pernah pergi haji sejak balig, maka dia wajib untuk pertama kalinya melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji yang seperti ini oleh banyak ulama sering disebut dengan istilah Haji lslam. Maksudnya, ibadah haji yang diwajibkan dalam rukun Islam.
b. Nazar
Ibadah haji yang kedua dan selanjutnya hukumnya tentu sunah dan bukan lagi kewajiban. Namun bila seseorang bernazar untuk pergi haji, lalu apa yang menjadi permintaannya kepada Allah Swt. dikabulkan, maka meski dia sudah pernah pergi haji yang wajib, tetap saja dia wajib melaksanakannya kembali. Karena secara subjektif, ibadah haji yang dinazarkan itu berubah hukumnya, dari sunah menjadi wajib, khusus untuk dirinya.
Dasarnya adalah firman Allah Swt. yang mewajibkan tiap orang yang ber- nazar untuk menunaikan utangnya.
Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hen daklah mereka melakukan melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu ( Baitullah). (QS. Al-Hajj: 29)
c. Qadha
Jemaah haji yang tidak melakukan wukuf di Arafah pada tanggal 9 Zulhijah karena satu dan lain hal, maka diwajibkan untuk mengulangi lagi hajinya tahun depan, meskipun dia sudah pernah pergi haji sebelumnya.
d. Murtad
Dalam pandangan Mazhab Al-Malikiyah, seorang yang sudah pernah mengerjakan haji wajib, kemudian murtad atau keluar dari agama Islam, bila dia kembali lagi memeluk agama Islam, maka dia wajib berhaji lagi.
Hal itu lantaran kekafirannya telah menghapus amal-amalnya yang pernah dikerjakan, termasuk ibadah haji. Pendapat ini didasarkan pada ayat Al-Qur’an:
Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Bagarah: 217)
jika kamu mempersekutukan, niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (QS. Az-Zumar: 65)
Namun Mazhab Asy-Syafi’iyah memandang bahwa orang yang murtad tapi kembali lagi masuk Islam, haji yang pernah dikerjakannya tidak terhapus dan tidak hilang. Orang itu tidak perlu mengulang hajinya.
2. Sunah
Ibadah haji yang hukumnya sunah antara lain adalah haji yang dikerjakan untuk kedua kalinya, atau ibadah haji yang dikerjakan oleh anak yang belum balig tapi sudah mumayyiz.
a. Haji yang Kedua dan Seterusnya
Seorang yang pernah mengerjakan haji Islam, maka kalau dia berangkat haji lagi di tahun-tahun berikutnya, hukum haji baginya adalah haji sunah. Sebab perintah untuk mengerjakan ibadah haji pada dasarnya hanya sekali saja seumur hidup, sebagaimana disebutkan di dalam hadits berikut ini:
Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kalian ibadah haji, maka berangkatlah menunaikan ibadah haji. Seseorang bertanya, ”Apakah tiap tahun ya Rasulullah?” Beliau saw. pun diam, sampai orang itu bertanya lagi hingga tiga kali. Akhirnya beliau saw. menjawab, ”Seandainya Aku bilang ‘ya’, pastilah kalian tidak akan mampu.” (HR. Muslim)
b. Belum Balig
Seorang anak kecil yang belum balig, apabila mengerjakan semua ritual ibadah haji dengan lengkap, maka hukumnya menjadi ibadah sunah bagi dirinya. Dan karena hanya menjadi ibadah haji yang hukumnya sunah, apabila suatu hari dia mencapai usia balig, maka tetap ada kewajiban untuk berangkat haji lagi, yang hukumnya wajib atas dirinya.
3. Makruh
Selain haji yang hukumnya wajib dan sunah, juga ada haji yang hukumnya makruh. Misalnya haji yang dilakukan berulang-ulang dengan menghabiskan banyak biaya, sementara orang-orang di sekelilingnya mati kelaparan. Perbuatan ini meski judulnya mengerjakan ibadah haji, tetapi hukumnya dimakruhkan oleh banyak ulama.
Demikian juga wanita yang pergi haji tanpa izin suaminya. Bila suaminya tidak mengizinkan, tapi nekad pergi haji juga, hukumnya dimakruhkan oleh para ulama, bahkan sebagian mengharamkannya.
a Berulang-Ulang Buang Harta
Pada dasarnya berhaji yang kedua dan seterusnya termasuk haji yang hukumnya sunah. Namun kesunahan ini bisa berbalik menjadi makruh hukumnya dalam kasus-kasus tertentu secara subjektif.
Misalnya bila seseorang bertempat tinggal di daerah yang terbelakang, miskin, kumuh dan sangat membutuhkan bantuan secara finansial. Tetapi dia enggan memberi sebagain hartanya kepada mereka, karena uangnya digunakan untuk berangkat haji ke Tanah Suci setiap tahun. Maka dalam hal ini hukum hajinya makruh atau kurang disukai.
Mengapa?
Karena dia lebih mementingkan ibadah yang hanya untuk dirinya sendiri, padahal hukumnya sunah. Sementara memberi makan orang yang lapar di sekelilingnya hukumnya bukan sunah melainkan wajib. Kaidahnya, bila ada kewajiban yang terhalang untuk dikerjakan hanya karena mengejar amal yang hukum dasarnya sunah, maka ibadah sunah itu berubah menjadi makruh bahkan haram.
Kewajiban yang tidak bisa ditunaikan karena suatu perkara, maka perkara itu hukumnya ikut menjadi wajib.
b. Wanita Tanpa Izin Suami
Termasuk hukumnya makruh adalah bila seorang wanita berangkat ke Tanah Suci tanpa izin dari suaminya, atau anak kecil tanpa izin dari orangtuanya.
4. Haram
Terakhir adalah ibadah haji yang hukumnya haram. Maksudnya adalah haram dalam mengerjakan ibadah haji. Namun bila semua syarat dan rukun haji di penuhi, ibadah hajinya itu dianggap sah dan sudah menggugurkan kewajiban haji.
Adapun penyebab haramnya antara lain karena menggunakan harta yang haram atau harta yang bukan haknya tanpa seizin yang punya. Uang haram itu macam-macam cara mendapatkannya, biasa uang hasil merampok, menipu, mencuri, membungakan uang, korupsi, suap, hasil mark-up anggaran, atau menyunat anggaran hingga hasil haram dari berbagai proyek siluman.
Bila seorang rentenir yang terbiasa membungakan uang dan memeras darah rakyat kecil berangkat menunaikan ibadah haji, maka hukum haji yang dikerjakannya itu adalah haji yang haram.
Demikian juga pejabat yang menggelapkan uang rakyat, bila harta itu kemudian digunakan untuk membiayai haji bagi diri, keluarga, kroni, serta koleganya, maka haji mereka hukumnya juga haram.
Pegawai yang tiap hari menilep uang instansinya dengan cara yang curang, meski aman dan tidak ketahuan, karena dilakukan secara berjemaah, lalu uang itu digunakan untuk berangkat haji, maka haji yang dilakukannya itu haram dan berdosa.
Namun dalam ilmu fikih disebutkan meski hukumnya haram, tetap saja bila ibadah haji itu dikerjakan lengkap dengan semua syarat dan rukunnya, hukum ibadah hajinya tetap sah, dan secara hukum, kewajiban menjalankan ibadah haji sudah gugur. Tetapi ada beberapa konsekuensi bila berhaji dengan uang haram, antara lain:
a. Tidak Mendapat Ampunan Allah
Orang yang berhaji dengan uang haram, maka hajinya tidak mendapatkan ampunan dari Allah Swt. Padahal salah satu keutamaan ibadah haji adalah mendapatkan ampunan dari Allah.Bahkan orang yang pergi haji dijanjikan akan diampuni dosanya seperti layaknya bayi yang baru lahir ke dunia. Tetapi janji ini tidak berlaku buat mereka yang berhaji dengan uang haram.
b. Tidak Mendapat Surga
Orang yang berangkat haji dengan uang haram, maka ibadah haji yang dilakukannya itu tidak akan membuahkan surga di akhirat nanti. Padahal surge dijanjikan buat orang yang berhaji mabrur. Mau mabrur dari mana, uangnya saja haram?
c. Tidak Dibanggakan di Depan Malaikat
Orang yang berangkat haji dengan uang haram, maka tidak akan dibanggakan oleh Allah Swt. di depan para malaikatnya. Sebab orang yang Allah Swt. banggakan di depan para malaikat itu hanyalah mereka yang bersih dari dosa atau tidak punya tanggungan dosa. Meski mereka ada di Padang Arafah, tetapi uang yang dipakai untuk biaya haji adalah uang haram, hajinya jadi tidak mendatangkan kebanggaan apa-apa.
d. Doa-Doanya Tidak akan Diterima Allah
Orang yang berangkat haji dengan uang haram, maka doa-doa yang dipanjatkannya tidak akan diterima Allah Swt. Sebab Allah Swt. tidak akan menerima permintaan dari mulut yang makan uang haram.
Sebagaimana kisah dari Nabi saw. tentang orang yang berdoa tapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram. Bagaimana mungkin doanya akan diterima Allah Swt.?
Padahal hari-hari selama haji itu sebenarnya tempat dan waktu yang paling tepat untuk berdoa, berzikir, dan memanjatkan permohonan. Tetapi gara gara uangnya uang panas, semua akan jadi sia-sia.
e. Masuk Neraka
Orang yang berangkat haji dengan uang haram, maka jangan marah kalua nanti di akhirat masuk neraka. Sebab dosa makan harta haram itu akan terus abadi, sampai diganti atau dibebaskan.
Kalau tidak, maka uang yang tidak halal itu akan menjadi bahan bakar api neraka. Api itu akan menggosongkan kulit, daging, dan tulang mereka. Dan kalau kulit mereka sudah gosong atau matang, maka Allah akan memberi mereka kulit yang baru, sekadar agar mereka bisa terus-menerus merasakan panas api neraka yang membakar kulit mereka.
Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. (QS. An-Nisa’: 56)
Jadi bukan berarti orang yang berangkat haji dengan yang haram bias enak-enakan menikmatinya. Sebaliknya, justru dia rugi karena tidak mendapatkan apa-apa dari hajinya, kecuali sekadar sah dan gugur kewajiban.
Demikian uraian tentang hukum hukum haji, kami akan lanjutkan mengulas hal tersebut pada tulisan berikutnya. Jika Kamu ingin daftar dan berangkat haji yang terencana serta waiting listnya hanya kisaran 5-6 tahun maka bisa menggunakan program haji khusus. Namun jika ingin langsung berangkat bisa menggunakan program haji furada.
1 Comment
[…] Jika kita berbicara mengenai Jenis pelaksanaan ibadah haji maka ada tiga istilah yang seringkali kita dengar terkait dengan tata cara pelaksanaan ibadah haji, yaitu Qiran, Ifrad, dan Tamattu’. Jadi tulisan kali ini akan membahas jenis jenis pelaksanaan ibdah haji, setelah sebelumnya Tim penulis Pakem Tours Penyelenggara Haji Plus dan Umroh telah menguraikan Hukum Ibadah Haji. […]